Senin, 7 Oktober 2013 saya mendapat tawaran membimbing anak untuk persiapan babak semifinal dan final olimpiade sains SD se-Jawa. Pukul 16.50 WIB saya tiba di rumahnya daerah perumahan elit di kota Semarang, untuk masuk saja harus lapor security. Ketika saya datang anak tersebut masih malas - malasan, ibunya bilang jam 4 baru pulang sekolah. Anak tersebut bersekolah di salah satu SD Swasta unggulan di kota Semarang.
Bimbingan harusnya dimulai pukul 17.00 tetapi ibunya harus teriak - teriak agar anaknya segera belajar. Saya memakluminya karena dia masih kelas SD, sekolah fullday fan masih harus belajar lagi.
Pada pertemuan pertama saya mengidentifikasi kemampuan anak, kemampuan IPA Biologi sudah sangat baik karena pernah mencapai lomba tingkat nasional. Hanya saja pemikiran logika masih perlu dibimbing agar bisa menyelesaikan soal IPA Fisika dengan cepat.
Selesai bimbingan pukul 19.00 saya berbincang dengan ibunya dan mendapat beberapa informasi.
Anak tersebut selalu diperintah karena obsesi dari orang tua yang ingin anaknya menjadi juara. Padahal ketika saya awal datang sudah melihat deretan banyak piala dipajang di ruang tamu. Saya merasa kasihan sekali dengan murid saya. Bukan hanya murid ini tetapi juga murid lainnya. Mereka menjadi korban orang tuanya yang gengsi dan suka pamer.
Para orang tua rela mengeluarkan biaya mahal untuk guru pembimbing asal anaknya bisa juara untuk kesombongan semata. Usia SD adalah usia bermain untuk anak.
Teringat kegiatan saya ketika SD dulu, masuk sekolah jam 7 pulang jam 12. Sore jam 2 sampai jam 5 ke TPQ itupun seminggu 3 kali. Pernah les inggris itupun hanya setahun dan seminggu 2 kali. Magrib jamaah ke musholla rame-rame dengan teman sebaya. Sore main layangan, memancing, dll. Malam nonton TV. Semua serba menyenangkan yang dapat membuat terlena bila terus berada
di rumah.
Tak ada suruhan dari orang tua untuk belajar, juara, les, yang ada hanya suruhan untuk salat dan ngaji. Jika tidak salat karena magrib baru pulang bermain, pecut siap mendarat di kaki dan badan. Semua kegiatan belajar saya lakukan atas dasar sukarela hingga selama SD selalu rangking satu dengan nilai mutlak. Bahkan bisa juara kecamatan siswa teladan dan LMP. Hingga menjadi juara 2 siswa teladan kabupaten Ponorogo 2002.
No comments:
Post a Comment